Alia Mu'zizah
1 min readJul 4, 2023

Mati Rasa

Ibuku pernah berkata, “Cintailah seseorang, seperti seseorang mencintaimu,” aku tertegun dan tidak mengerti apa maksudnya, “Mengapa? Apakah ibu melakukannya demikian?”

Awalnya aku bertanya-tanya “Mengapa aku harus mencintai seseorang sedemikian rupa?”

Lalu, ibuku memperjelas kembali ucapannya, “Cintai seseorang sebagaimana kamu ingin dicintai, Nak.”

Ibu berkata sembari mengusap air yang terjatuh dari kedua matanya lalu menatapku dengan tatapan sendu. “Seperti ibu yang mencintai bapak meskipun kini kakinya merana tanpa ibu?” Ibu tersenyum dan menjawab, “Bukan, tetapi cintailah ia seperti kamu mencintai seseorang di dalam sini,” ibu meletakkan telapak tangannya tepat dimana hatiku tertidur. Napasku memburu.

Aku membantu selepas ibu mengatakan hal tersebut kepadaku. Karena aku ragu. Apakah masih ada sifat insani dalam raga yang tidak memiliki goyah, bahkan ketika cinta pertamanya memberikan rasa takut dalam tidurnya? Apakah masih ada nurani yang tersisa ketika mencinta saja sudah luput jauh dari hati? Aku ragu, takut kalau yang aku pegang justru setangkai duri.

Dulu aku bermimpi untuk menjadi yang tidak terkalahkan, lalu terkuat, tangguh, dan tak tergoyahkan. Sekarang aku sungguh menjadi tangguh, tak tergoyahkan, dan sekarang aku hanya ingin menjadi lembut.

Alia Mu'zizah

Disclaimer; pict on pinterest. Penulis perempuan; suka ultramilk rasa coklat, suka buku, taman, dan menulis.